Agnosia Akut


doc. Rully Sabhara Herman
Sebab.
Ingin jauh. Dari sesuatu yang tak utuh. Sesuatu yang ketika kau raba, ia berupa helaan angin saja. Sesuatu yang ketika kau tatap ia berwujud bayang semu. Aku ingin jauh. Darinya, juga dari keberadaan adanya.

Aku punya sebab.
Ketika orang-orang khidmat meratapi kampung yang tak pernah beruntung. Aku bergelut dengan sesuatu yang menyerupai kata bingung. Adalah detak jantung, berdegup-degup busung. Perut yang mengikut busung, ketika daya khayal mengering akibat rupa musim yang buruk. Kutuk. Saat itu, apapun yang berlaku; kampung seperti ditakdir untuk tak boleh beruntung. Kota juga. Kota ramai-ramai batuk serupa serangan wabah mengutuk. Sedang rakyat melarat. Seamsal ulat. Melata dan meyayat. Aku ikut pula dalam perkara begini rupa. Aku adalah atom terkecil dari kata rakyat.


Yang jadi sumber musabab.
Sebab dengan musabab, apa-apa bisa dianggap sebagai penyebab. Bisa dikambinghitamkan, atau mungkin menghitamkambingkan. Dengan sebab semua akan jadi penyebab. Penyebab yang memungkinkan dengannya pula ada rasa sedap. Mungkin sedih yang meraja, senang yang menyekat, atau rasa-rasa lain, yang tak membutuhkan lidah untuk mengecapinya. Hanya butuh peka. Sesuatu yang peka, serupa hidungmu yang peka debu, dan kemudian membuatmu kambuh flu. Atau peka itu serupa matamu yang menoleh tiba-tiba ketika dari belakang sesuatu berkelebat. Berkelebat secara cepat dalam durasi yang sangat singkat. Hingga kau menjadikannya sumber musabab saat seseorang menemukanmu meringkuk busuk dengan rona wajah pucat pekat.

Sebab musabab lantas jadi penyebab.
Aku ingin menjauh. Dari sesuatu yang tak utuh. Seamsal pandang matamu, seamsal pula ketidakberuntungan itu. Ketidakberuntungan yang kemudian kusebut saja dengan bahasa lain: unlucky. Seperti unlucky-nya kota dan kampung di tanah ini. Tanah yang katanya, dipenuhi berkah. Berkah pada waktu yang entah. Entah yang mengejawantah. ... // Mungkin berkah yang dimaksud memang pernah ada pada masa-masa ketika moyang kita masih tak mengetahui akal bulus dan hanya mengerti kata tulus. Mungkin berkah itu memang ada, dan kemudian terkubur bersama jasad para moyang yang sudah dikubur. Dan masa kita sekarang berkah hilang. Hilang pukang, hilang tenang. Sirna. Sirna lebur. Terkubur lebur. Maka, bersebab musabab dan sebab adalah awal dari sesuatu yang disebut penyebab, aku ingin benar-benar jauh. Jauh pada sautu titik jenuh.Titik yang tak bisa digapai secara penuh. Titik yang tak utuh. Titik yang mengambang antara ada, antara tiada. Tak berada. Tak benar-benar, apakah ada atau tiada. Agnosia!

Banda Aceh, Ramadhan 1432 H

Comments

  1. Saya suka dengan blog anda. Ada unsur kebangsaan. Yang paling utama dan utama dalam mengembangkan sebuah bangsa adalah jiwa nasionalis, semangat kebangsaan. Bila ini pudar maka orang itu akan menggerogoti bangsanya sendiri. Putri-threelas.com

    ReplyDelete
  2. Salam kenal juga, Mas Umar.

    Mbak Putri... sekali lagi terima kasih. saya masih pemula dalam ilmu kanuragan blogging ini. so, mohon juga petuah-petuah bijaknya. hehehe...

    ReplyDelete
  3. Thx sdh s4 tengok blog saya. Salam kenal dari Jogja. Blog-nya overwhelm! Keep on posting.

    ReplyDelete
  4. indah juga, sangat bersukur saya bisa bertandang kesini... terjadi loncatan yang sangat jauh di blog ini... keep posting brad!!

    ReplyDelete
  5. @Aryanto; terimakasih mas. salam!

    @In Yo Go; sama-sama mas. salam kenal dari banda aceh. saya masih perlu banyak belajar di sini.

    @Catatan Ngeri; hehehe...iya, guree!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Stratifikasi Sosial Dalam Sosiologi - Bag. I

Review Buku Melukis Islam Karya Kenneth M. Goerge

Orasi Sastra Remi Sylado Pada Acara Napak Tilas Rendra