Barangkali
barangkali kita mesti menepi
di sini tak ada lagi yang perlu diharapkan
tak jua tuan kuasa
sementara perut kita membusung seperti busungan
perut perempuan sedang hamil tua
barangkali sekarang juga
kita mengungsi diri dari amukan birahi hidup
di sini tak ada lagi areal sawah bercocok langkah
dan langit-langit kampung telah ditutupi baliho-baliho iklan hingga
kadang-kadang air hujan malas untuk sekedar hinggap
barangkali telinga kita mesti mengutip petikan suara
sisa siul burung hantu
ketika suara merdu sang perapal do’a hilang
dibalut dentum bebunyian negeri antah berantah
yang akhirnya orang-orang alim ganti profesi menjadi bintang iklan televisi
barangkali kita mesti malas-malasan pergi ke sekolah
karena di sana guru-guru telah mengecat wajahnya menyerupai badut
lihatlah ibu guru kita yang bermake-up tebal dan
bapak guru ogah-ogahan bercerita karena mulutnya
selalu tersumpal cerutu imitasi Kuba
barangkali kantor pemerintahan kampung kita
mesti segera tutup
di sana tidak ada lagi para pengabdi
yang ada hanyalah para pengais rezeki seperti
para pemulung yang menggantung nasib pada tumpukan sampah
maka untuk menggantikan urusan birokrasi
perbanyaklah warung kopi
Banda Aceh, Medio Juni-Juli 2009
nb. [ini puisi pernah dimuat di koran lokal, tapi saya lupa tanggalnya.]
di sini tak ada lagi yang perlu diharapkan
tak jua tuan kuasa
sementara perut kita membusung seperti busungan
perut perempuan sedang hamil tua
barangkali sekarang juga
kita mengungsi diri dari amukan birahi hidup
di sini tak ada lagi areal sawah bercocok langkah
dan langit-langit kampung telah ditutupi baliho-baliho iklan hingga
kadang-kadang air hujan malas untuk sekedar hinggap
barangkali telinga kita mesti mengutip petikan suara
sisa siul burung hantu
ketika suara merdu sang perapal do’a hilang
dibalut dentum bebunyian negeri antah berantah
yang akhirnya orang-orang alim ganti profesi menjadi bintang iklan televisi
barangkali kita mesti malas-malasan pergi ke sekolah
karena di sana guru-guru telah mengecat wajahnya menyerupai badut
lihatlah ibu guru kita yang bermake-up tebal dan
bapak guru ogah-ogahan bercerita karena mulutnya
selalu tersumpal cerutu imitasi Kuba
barangkali kantor pemerintahan kampung kita
mesti segera tutup
di sana tidak ada lagi para pengabdi
yang ada hanyalah para pengais rezeki seperti
para pemulung yang menggantung nasib pada tumpukan sampah
maka untuk menggantikan urusan birokrasi
perbanyaklah warung kopi
Banda Aceh, Medio Juni-Juli 2009
nb. [ini puisi pernah dimuat di koran lokal, tapi saya lupa tanggalnya.]
Comments
Post a Comment