Posts

Showing posts from October, 2012

Guru, Antara Problema dan Dilema

Image
Kali ini kita berbual cakap soalan guru. Orang-orang yang telah membuka mata, pikiran, dan juga telah melenturkan jemari tangan anak bangsa untuk bisa menulis, membaca dan memahami apa-apa yang ada di dunia. Bagi kebanyakan kita sudah lazim mengangguk setuju pada anggapan menjadi guru itu sama pula halnya memosisikan diri dalam rombongan orang-orang berpekerjaan mulia. Tugas guru adalah tugas mulia. Barangkali, sebab anggapan ini pula kenapa di Indonesia, lebih-lebih di Aceh, fakultas keguruan di setiap perguruan tinggi terlihat penuh dan sesak, hingga tidak jarang kondisi begini rupa sering membuat keadaan sekitar menjadi pengap. Entah ini gara-gara banyak mahasiswa keguruan sering lupa memakai deodorant ketika ke kampus atau ada sebab lain, tak ada yang tahu. Namun, ada desas-desus di sana-sini yang mengungkapkan bahwa menjadi guru itu selain mengemban tugas mulia, juga bisa mengamankan taraf hidup dengan kenaikan gaji setiap tahunnya. Keadaan ini boleh jadi sebagai faktor lain

Kiri Islam Hasan Hanafi

Definisi & Latar Belakang Mengawali pembicaraan gagasan Kiri Islam yang dikembangkan Hanafi, pertanyaan pertama yang akan timbul adalah kenapa memakai istilah Kiri?             Kazou Shimogaki ( 2007: 6) , dalam telaahnya terhadap gagasan Kiri Islam Hasan Hanafi, dengan sandaran beberapa kutipan dari bahan-bahan kajiannya mengungkapkan bahwa banyak diketahui sejak revolusi Prancis, kelompok radikal, kelompok Jakobin, mengambil sisi kiri dari kursi Ketua Kongres Nasional. Sejak itu, Kanan dan Kiri sering digunakan dalam terminology politik. Secara umum, Kiri diartikan sebagai partai yang cenderung radikal, sosialis ‘anarkis’, reformis, progresif, atau liberal. Dengan kata lain, Kiri selalu menginginkan sesuatu yang bernama kemajuan (progress), yang memberikan inspirasi bagi keunggulan manusia atas sesuatu yang bernama takdir sosial.             Di pihak lain, Listiyono (2010: 261) mengemukakan bahwa terminologi ‘kiri’ dalam banyak hal mengandung kesan stigmatic, terutama

Kita Butuh Makan, Saudaraku!

Image
Ya, saudaraku. Kita butuh makan. Butuh kunyahan berupa makanan yang mengandung gizi untuk perbaiki unsur-unsur tubuh. Kita butuh sesuatu untuk dimakan. Tapi sesuatu itu bukan semacam angin. Sebab jika makan angin, adalah angin pula yang sering keluar dari lubang angin. Ini bahaya. Sangat berbahaya bagi kelangsungan nikmat indera penciuman kita. Oleh karenanya, adalah hal yang patut ditertawakan jikalau kita yang setiap hari butuh makan, namun, setiap harinya pula kita hanya duduk-duduk saja. Kita tak bekerja selayaknya orang-orang yang mencari makan di luar sana. Kita masih asyik mendekam dan berdiam diri di kamar rumah, atau di warungkopi-warungkopi.

Makassar, Akhirnya Saya Harus Pulang

Image
Makassar, akhirnya saya harus pulang. Selamat tinggal. Semoga nanti ada kuasa yang menggerakkan langkah untuk bisa kembali ke sini. Makassar, saya pamit. Minta izin pulang sambil mengapit beberapa kenangan. Barangkali kau akan merasa kehilangan atau malah sebaliknya dengan kepulangan saya hari ini. Itu saya anggap saja sebagai misteri. Dan untuk membesarkan hati, saya benar-benar yakin bahwa kau merasa kehilangan dengan pamitan ini. Makassar, akhirnya saya harus pulang ke kampung halaman. Sebab sudah selesai berbagai urusan, dan saya memang benar-benar harus pamitan. Jika saya telah berangkat nanti dan kau merasa kehilangan, bukan tidak mungkin kau akan menanyakan betahkah saya selama berada di sini? Dengan jujur saya harus menjawab: "Maaf, saya tidak betah sama sekali." Makassar, tolong jangan langsung masam muka. Jangan bermuram durja begitu rupa. Saya hanya berusaha jujur saja. Dan kau harus mendengarkan penjelasan lanjutannya. Begini: Ketidakbetahan saya di sini hany