Yang Tergambar Ketika Di Jalan

Ini foto saya jepret beberapa tahun lalu. Anak-anak di pinggir kota Banda Aceh
Kata Iwan Fals dalam lagunya yang berjudul Bongkar, "di jalanan kami sandarkan cita-cita. sebab di rumah tak ada lagi yang bisa dipercaya." Hmmm... nyambung ga ya, dengan tulisanku ini. Tapi tak usahlah bersoal dengan nyambung tidaknya ini tulisan dengan apa yang tergambar dari hasil jepretanku beberapa waktu lalu. Sebab, di sini aku hanya ingin berbagi pengalaman bergambar (foto) ketika aku berjalan atau pergi ke beberapa tempat di dunia ini. So, bolehlah pengalaman ini sebagai ungkapan kepekaan aku (kita) terhadap apa yang berlaku dalam kehidupan hari-hari.
Ini gambar kukodak ketika sedang di Kembang Tanjong.
Pasar sayur Keudee Ie Leubeue.
Seraut wajah. Seorang teman. Bekerja sebagai tukang bangunan. 

Maka jika aku boleh menyambung ini tulisan dengan penggalan lirik lagu Bongkar yang tersebut sebelumnya, bahwa banyak cita-cita (dalam arti yang luas) terburai di jalanan. Cita-cita yang berjalan seiring perjalanan langkah suatu makhluk dalam menelusuri laku hidupnya di dunia. Menelusuri laku hidup sesuai dengan kesibukannya masing-masing setiap hari. Dari hari ke hari. Uhmmm... trus, ya... di sini aku melampirkan beberapa potret lain lagi. Mungkin dengan gambar-gambar berikut, tulisan yang singkat ini bisa bersenyawa dengan kalian dan secuil wacana yang kusampaikan dapat kita analisis sendiri secara pribadi-pribadi sesuai dengan jalan pikiran masing-masing.
Cekidot!


Kemudian. (sori aku menjadi getol menulis kali ini). Kemudian semoga kalian sanggup membaca kesambungan ini tulisan sambil melihat-lihat foto-foto yang ada. Kemudian yang ketiga kalinya, bahwa tentang cita-cita yang tersandar di jalanan adalah cita-cita yang sedang dijalankan. Mungkin tentang keinginan hidup yang mapan. Lebih mapan, atau lebih lagi dari kemapanan yang sudah ada. Lalu kita mesti turun ke jalanan untuk memenuhi ini kemauan. Dan benar juga jika dalam lirik yang tersadur barusan, bahwa turun ke jalanan demi menggapai cita-cita yang bersebab ada yang bisa diharapkan jika hanya duduk bermenung di rumah saja. Di sini, aku menangkap bahwa rumah adalah pusat kemanjaan bagi seorang yang punya cita-cita.

Sebentar, aku upload foto lain dulu.

Tadi kusebutkan bahwa rumah bagi orang-orang yang berkemauan keras adalah pusat kemanjaan. Sebab di rumah selain ruang gerak yang terbatas, juga biasanya terdapat banyak batasan-batasan yang mengatur kebebasan bergerak yang dimaksud. Batasan-batasan ini bisa ditentukan oleh orang tua sebagai kepala rumah tangga atau boleh juga terjadi karena adanya pemenuhan segala kebutuhan dari orang tua sesuai dengan kehendaknya. Maksudnya, segala yang diperlukan terpenuhi dengan hanya meminta kepada orang tua. Cuma tentu saja pemenuhan ini terjadi dengan syarat, orang tuanya termasuk dalam tataran orang berada. Orang tua yang kaya raya.

Pulang jumpa teman di sebuah warung kopi seputaran kota Banda Aceh, pas nyampe 

lampu merah Simp. Dodik, Lamteumen, aku menemukan ini. 
Ya, ini. Cepat-cepat aku jepret, hingga seperti yang kalian lihat ini. 
Aku lupa tanggal penjepretannya. Sorry! 
Aku pikir, ini tulisan sudah sedikit panjang. Belum keterlaluan panjang. Nah, sebelum panjangnya keterlaluan. Cukup di sini dulu. Lain kali, insyaallah ada tulisan lanjutan dengan foto-foto yang (menurutku) menarik lainnya. Tentu saja, foto-foto yang kumaksud adalah foto-foto koleksi pribadi dan kujepret dengan tanganku sendiri, dan menggunakan kamera kepunyaan orang lain lagi. Hehehehe... Terus terang, aku belum punya kamera sendiri. Wassalam! 

Comments

Popular posts from this blog

Stratifikasi Sosial Dalam Sosiologi - Bag. I

Review Buku Melukis Islam Karya Kenneth M. Goerge

Orasi Sastra Remi Sylado Pada Acara Napak Tilas Rendra