Perbenturan Pemikiran Antara Sarjana Islam Barat Dengan Sarjana Islam Timur
![]() |
Al-Azhar University |
Munculnya diskusi hangat tentang
para sarjana Islam yang belajar ke Barat, berjalan seiring dengan perkembangan
pemikiran Islam akhir-akhir ini. Khusus dalam konteks keacehan, bahkan isu ini
sering terdengar di ruang-ruang public ketika sedang membicarakan
perkembangan pemikiran Islam yang dimaksud. Dalam spesifikasi yang lebih
khusus, diskusi mengenai para sarjana Islam yang belajar di Barat dalam tatanan
masyarakat Islam Indonesia mencuat (bukan pertama sekali muncul) bersamaan
dengan munculnya gagasan-gagasan sekulerisme dan liberalisme yang dikembangkan
oleh tokoh-tokoh seperti Ulil Abshar Abdalla dan Luthfie Assyaukanie.[1]
Dua
gagasan ini merupakan gagasan yang disatu pihak terus berkembang di Indonesia,
dan di pihak lain juga ditolak oleh umat Islam Indonesia pada umumnya. Ini saya
ungkapkan beranjak oleh maraknya saling silang isu (baca: idea) yang
dikeluarkan oleh tokoh-tokoh; baik yang setuju dengan pengembangan gagasan
sekularisme dan liberalism dalam Islam maupun yang menolaknya, seperti (dalam
konteks kekinian) kita sebut saja tokoh bernama Ulil Abshar Abdalla sebagai
salah satu penyuara Islam Liberal dan Adian Husaini[2]
di pihak yang berseberangan dengannya.
![]() |
Mc Gill University |
Apa
yang saya sebutkan sebelumnya, merupakan salah satu sebab kenapa timbulnya
diskusi hangat yang dimaksud dalam pertanyaan tersebut di atas. Dalam pada ini,
untuk menjelaskan kenapa di satu sisi sekulerisme dan liberalisme mesti
diterapkan di kalangan Islam Indonesia, dan kenapa di sisi lain banyak yang
bersikeras menolaknya, padanya mesti dilakukan suatu telaah khusus. Telaah ini
beranjak dari asumsi pemahaman seperti yang disebutkan dalam pertanyaan
sebelumnya, bahwa ada perbedaan khusus dalam kajian keislaman antara para
sarjana lulusan Barat dan sarjana di Timur.
Pun sebelumnya saya menyebutkan
bahwa mencuatnya wacana pembicaraan tentang sarjana Islam yang belajar di Barat
adalah disebabkan gagasan-gagasan sekulerisme dan liberalisme yang kebanyakan
disuarakan oleh para sarjana yang dimaksud. Di pihak lain disebutkan bahwa
wacana pembicaraan ini timbul sejak mulai banyaknya mahasiswa
Indonesia belajar Islamic studies di negara-negara barat, apakah
itu di Eropa, Australia ataupun di Amerika. Yang paling massif adalah di dua
Universitas yang memang memberikan beasiswa master secara kontinu pada akhir
tahun 80-an hingga sekarang, yaitu Universitas Leiden, Belanda dan Universitas
Mcgill, Kanada. Sejak saat itu pula mulai banyak wacana muncul di permukaan
mempertanyakan otoritas barat dalam bidang Islamic studies.[3]
Munculnya wacana
pembicaraan yang dimaksud menurut Muhammad Asad dalam artikelnya seperti
tersebut di atas adalah bentuk generalisasi terhadap para sarjana Islam lulusan
Barat. Dan pernyataan ini adalah sah-sah saja. Namun, di sini, seperti halnya
yang telah dijelaskan pada paragraph-paragraph pertama sampai ketiga, saya
lebih mengkhususkan kepada gagasan pemikiran Islam yang dibawa oleh kebanyakan
(tidak semua) para sarjana Islam lulusan Barat tersebut. Dimana lebih khusus
lagi gagasan pemikiran tersemat pada ide pemikiran sekulerisme dan liberalism
yang keberadaannya terjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam Indonesia
sekarang.
[1] Lihat website resmi
Jaringan Islam Liberal: http://www.islamlib.com
[2]
Nama ini saya sebutkan berdasarkan beberapa buku
karangannya yang secara garis besar isinya menolak Islam Liberal, Salah satunya
buku yang dikarangnya bersama Nuim Hidayat, yang berjudul: “Islam Liberal;
Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan & Jawabannya”, Penerbit Gema Insani
Press, Jakarta, tahun 2002.
[3]
Muhammad Asad, Studi Islam di Barat? Apakah Salah?”, Artikel dalam http://blog.sunan-ampel.ac.id/
mantap
ReplyDeletekemunculan gerakan islam baru tersebut tentunya pasca jatuhnya rezim soeharto.. islam seperti mendapat angin segar dan mulai tumbuh bermunculan bak lumut di musim penghujan..
ReplyDeletesemua berjalan sesuai ikhtiar masing2..
hahaha..