Stalin Muda; Dari Anak Tukang Sepatu Menjadi Pemimpin Besar Dunia

Aku bertemu Josef Vissarionovich Djugashvili, atau Soso, atau Soselo, atau Koba Ivanovich atau puluhan nama alias lainnya yang bagi penduduk dunia lebih mengenalnya dengan lakap Stalin--salah seorang diktator paling ditakuti-- pada minggu ketiga bulan Maret yang menyengat. Itu pertemuan dadakan sekaligus imajiner.

Adalah Simon Sebag Montefiore yang mengenalkanku pada tokoh revolusioner Uni Soviet (sekarang Rusia) ini. Hasil risetnya yang memakan waktu hampir satu dasawarsa, terkumpul dalam sebuah risalah tebal berjudul Stalin Muda; Dari Anak Tukang Sepatu Menjadi Pemimpin Besar Dunia. 

Buku ini tak ubahnya seperangkat global positioning system (GPS) tracker tercanggih yang memungkinkanku menguntit jejak Stalin kemana pun ia pergi. Sejak ia masih kanak-kanak yang suka berlarian dan berkelahi di lorong-lorong berangin yang separuh terendam oleh gorong-gorong yang terbuka di Gori, sebuah kota kumuh yang menurut Maxim Gorky, "memiliki keliaran alami yang indah sekaligus orisinal dengan caranya sendiri," hingga ia menjadi seorang revolusioner bawah tanah yang karena pelbagai kegiatan subversifnya, ia dibuang; dipaksa tidur, makan dan buang hajat nun jauh di pedalaman Siberia berkali-kali untuk waktu bertahun-tahun lamanya. Tapi kerap ia bisa meloloskan diri.

Simon seperti membangunkan kembali sosok Stalin setelah kematiannya pada 1953, lantas menelanjanginya bulat-bulat di depan para pembaca. Segala catatan masa silam Stalin dengan sabar dan tekun direkatkan Simon dalam sebuah narasi apik dan membuatku tak mau jauh dari ini buku sebelum menamatkannya. Dan Simon dengan lihai menyederhanakan fase panjang perjalanan hidup seorang tokoh besar dunia dalam kodifikasi unik berdasarkan foto wajah Stalin dari waktu ke waktu. Ini bisa dengan mudah kita dapati di lapik belakang buku.
Stalin cilik adalah bengal, lebih dikenal dengan nama Soso. Khas kanak-kanak gelandangan di sebuah kota kumuh, keras, dengan tipikal warganya yang kasar. Tapi Beso sang ayah temperamen dan Keke si ibu penuh perhatian (khususnya di bidang pendidikan) adalah paduan dua karakter yang membentuk watak unik dalam diri anak semata wayang mereka. Maka Soso tumbuh. Di jalanan yang hampir tiap hari diwarnai dengan perkelahian, di sekolah tempat ia mengasah karakter picis, licik, pintar, dan juga sentimentil.

Dalam usia remaja, Stalin adalah penyanyi gereja sekaligus calon pendeta. Lantas pada fase berikutnya Stalin beranjak jadi seorang penyair yang menulis puisi, menyimak Victor Hugo, mencermati karya Darwin, juga Tolstoy dan Alexander Kazbegi. Dari penyair Simon menandai Stalin sebagai seorang pencinta. Ini adalah fase yang mengukuhkan seorang Stalin sebagai salah seorang Don Juan tanah Kaukasusia. Jejaknya bisa ditemui dari sekian orang anak hasil hubungan gelap dengan belasan kekasihnya di sebaran kota yang pernah didiaminya. Stalin hebat untuk urusan ini. Barangkali kehebatan meninggalkan jejak dengan menanam benih di rahim perempuan yang dijumpainya lintas kota seperti itu, hanya bisa disaingi oleh supir truk lintas pulau di Indonesia.

Dari pencinta, Stalin berubah menjadi perompak. Lalu jadi gangster, pembantai, dan terakhir menjadi Commisar. Pemimpin tertinggi sebuah negara sosialis dunia yang dalam kepemimpinannya lahir jutaan skandal pembantaian umat manusia. Yang berseberangan dengan ideologinya tanpa ampun ia kirim ke alam baka.

Stalin bagi polisi adalah belut. Bagi teman-teman sekolahnya adalah pencuri buku. Bagi buku-buku yang dipunyainya adalah tuan yang baik hati. Bagi sejumlah perempuan adalah pembangkit gairah. Bagi Bolshevik adalah pengatur segala strategi. Bagi Kota Gori, Batumi, Baku, Tiflis, Kureika di pedalaman Siberia, atau bahkan di hampir semua kota yang pernah dijejakinya adalah biang segala gaduh. Bagi para gangster adalah sesepuh. Bagi kapal-kapal yang melintas di Laut Hitam atau Laut Kaspia adalah perompak yang serupa karang besar yang dibalut kabut.

Stalin bagi Khrushchev adalah pembual besar. Tapi bagi dunia ia adalah orang paling bertanggungjawab bagi hilangnya nyawa jutaan manusia. Untuk yang terakhir, dengan santai Stalin nyengir sambil berujar, "Kematian satu orang adalah sebuah tragedi. Kematian jutaan manusia hanyalah statistik."[]

Comments

Popular posts from this blog

Stratifikasi Sosial Dalam Sosiologi - Bag. I

Review Buku Melukis Islam Karya Kenneth M. Goerge

Orasi Sastra Remi Sylado Pada Acara Napak Tilas Rendra