Begini Cerita Buruh Di Mulut Pemodal
![]() |
"Kami Aman Kalian Amin" karya Idrus bin Harun |
Malam ini bulan tak jadi membola.
Seperti dua atau empat pekan lalu dimana mendung masih saja mewujud-nyata. Banda
Aceh tak serta merta gigil walau angin berkesiur acak dan usil. Di beranda
kantor yang baru menyelesaikan pajak tahunan perusahaannya, dua orang besar bertukar
cakap.
“Benarkah harapan pupus oleh sebab
gaji yang belum mengada?”
“Nafas manusia tetap menguar karena kata
harapan ada dalam kamus semua bahasa mereka. Makna agama akhirnya menuju ke kata harapan
juga. Orang shalat berharap masuk surga contohnya.”
“Tapi membuat utuh hati buruh
yang telah keping cukup menguras tenaga.”
“Benar. Tapi di situlah bulan
yang membola menunjukkan fungsi aslinya. Kita pakai jari telunjuk. Kita
menunjuk. Menuding istilah kasarnya. Bahwa saat bulan yang membola dibalut
mendung, tak ada jalan lain kecuali menggantung harap serta sama-sama menghalaunya,
seiya sekata. Jika suatu kali mereka bimbang, bisa kita katakan almanak dan
bulan tetap saja membawa harapan. Kesanalah kita sama-sama bermuara. Kita yakinkan
itu berulangkali sampai otak mereka yakin bahwa hanya kitalah yang mampu
memberi harapan akan kemudahan rezeki.”
“Hmmm... Benar juga. Tapi jika
ada yang mendakwa selagi doktrin harapan belum penuh tertanam dalam kepala mereka,
kita harus bagaimana?”
“Bukankah dalam anggaran dasar
rumah tangga sebuah perusahaan ada pasal tak tertulis tapi bisa terbaca kapan
saja bagi bawahan keras kepala?”
“Apa itu? Saya belum benar-benar
tahu.”
“Tak ada perusahaan di dunia yang
membuat kaya para buruh, kecuali dari keringat merekalah perusahaan beranak-pinak,
besar dan terus tumbuh.”
Malam ini bulan tak jadi membola.
Mendung masih bergelayut di reranting patah sang purnama. Tapi Banda Aceh mulai
menggigil oleh sebab embun jatuh ritmis diiring kesiur acak angin yang jauh
dari kata dinamis. Di beranda kantor yang baru saja mendaftarkan perusahaannya
dalam koperasi kreditan, dua orang besar sama-sama menguap. Usai sudah segala
obrolan atawa cakap. Sekali lagi keduanya sama-sama menguap.
Comments
Post a Comment