Munsyi Menunggu Selagi Ototis Menyerbu
Baiklah, aku menunggumu kali ini. Sekali saja, ya, sekali ini saja. Sebab aku tak suka menunggu. Sama sekali tak suka. Tapi sekali ini tak mengapa. Biarlah aku menunggu. Menunggumu sembari membaca beberapa buku. Toh , aku sedang tak buru-buru. Tetapi menunggu adalah sama juga dengan membiarkan diri menjadi batu. Membatu. Kau tahu, membatu dan menunggu sama-sama membuat keras perilaku? Entahlah, kalau tak percaya. Anggap saja aku sedang mengada-ada. Mengada-ada selagi sibuk membaca. Tapi tahukah kau, membaca dan mengada-ada pernah bertemu di sebuang kampung bernama fiksi? Fiksi, bukan fixi, vixy, atau jenis-jenis kata lain yang ketika dibaca, suaranya sama terdengar di gendang telinga. "Di mana kampung fiksi?" "Kampung fiksi di sana." "Di mana?" "Ya, di sana!" " Koq, nggak ada? Nggak kelihatan dari sini. Dari tempat kita menunggu ini." " Yah , kalau dari sini, ya kagak kelihatan kali. Kampung fiksi itu jauh. Di sebalik gunu...