Pada Binar Dua Bola Mata

*:annisa ulfitra

Adakalanya kita terjerembab kalah saat ingin menerka binar dua bola mata. Adakalanya pula kenangan kita jungkal belasan tahun silam saat nanar dua bola matanya menatap dalam, menoleh tajam. Sampai di sini, kita jauh lebih mengerti bahwa tak ada anak yang tak mewarisi tetek bengek orang tuanya.

Maka malam ini, kita mengaku kalah. Terjerembab-jungkal saat hening yang kesekian kali hadir tatkala tanya terpaksa terucap lidah, sementara jawaban yang ada adalah hening itu sendiri. Hening yang sekonyong datang menunggang nanar dua bola mata diapit dua pipi merah jambu. Sendu yang membuat enyuh hati, lantas pilu.

Kita ingat seorang bijak berucap; "Kenangan silam adalah sejarah." Tapi mengungkit sejarah luka dari binarnya dua bola mata adalah serupa laku kutuk yang dengan sengaja meniup pelita di tengah kelamnya malam, di tengah pikiran yang menghitam.

Akhirnya, pada binar dua bola mata pula, kita berusaha meyakinkan diri bahwa sejarah luka memang patut diungkit sesekali. Sekadar mengekalkan ingat. Atau usaha menghalau lupa dari zaman yang membuat orang-orang pikun selagi muda.

Juli 2013


*Annisa Ulfitra adalah nama putri Alm. Ishak Daud, tokoh GAM terkenal yang meninggal bersama istrinya saat terjadi kontak tembak di satu daerah Kab. Aceh Timur ketika GAM-RI masih benar-benar bergolak. Cerita tentang gadis cilik ini bisa dibacakan di sini
:annisa ulfitra

Adakalanya kita terjerembab kalah saat ingin menerka binar dua bola mata. Adakalanya pula kenangan kita jungkal belasan tahun silam saat nanar dua bola matanya menatap dalam, menoleh tajam. Sampai di sini, kita jauh lebih mengerti bahwa tak ada anak yang tak mewarisi tetek bengek orang tuanya.

Maka malam ini, kita mengaku kalah. Terjerembab-jungkal saat hening yang kesekian kali hadir tatkala tanya terpaksa terucap lidah, sementara jawaban yang ada adalah hening itu sendiri. Hening yang sekonyong datang menunggang nanar dua bola mata diapit dua pipi merah jambu yang sendu oleh mimik tanpa raut. Saat ini dengan jujur kita mengaku: seisi dada dan jantung berdegup-degup denyut, sahut menyahut; runtut.

Kita ingat seorang bijak berucap; "Kenangan silam adalah sejarah." Tapi mengungkit sejarah luka dari binarnya dua bola mata adalah serupa laku kutuk yang dengan sengaja meniup pelita di tengah kelamnya malam, di tengah pikiran yang menghitam.

Akhirnya, pada binar dua bola mata pula, kita berusaha meyakinkan diri bahwa sejarah luka memang patut diungkit sesekali. Sekadar mengekalkan ingat. Atau usaha menghalau lupa dari zaman yang membuat orang-orang pikun selagi muda.

Ruangredaksi, Juli 2013 - See more at: http://www.atjehtoday.com/content/read/68#sthash.3jyx2tJm.dpuf
:annisa ulfitra

Adakalanya kita terjerembab kalah saat ingin menerka binar dua bola mata. Adakalanya pula kenangan kita jungkal belasan tahun silam saat nanar dua bola matanya menatap dalam, menoleh tajam. Sampai di sini, kita jauh lebih mengerti bahwa tak ada anak yang tak mewarisi tetek bengek orang tuanya.

Maka malam ini, kita mengaku kalah. Terjerembab-jungkal saat hening yang kesekian kali hadir tatkala tanya terpaksa terucap lidah, sementara jawaban yang ada adalah hening itu sendiri. Hening yang sekonyong datang menunggang nanar dua bola mata diapit dua pipi merah jambu yang sendu oleh mimik tanpa raut. Saat ini dengan jujur kita mengaku: seisi dada dan jantung berdegup-degup denyut, sahut menyahut; runtut.

Kita ingat seorang bijak berucap; "Kenangan silam adalah sejarah." Tapi mengungkit sejarah luka dari binarnya dua bola mata adalah serupa laku kutuk yang dengan sengaja meniup pelita di tengah kelamnya malam, di tengah pikiran yang menghitam.

Akhirnya, pada binar dua bola mata pula, kita berusaha meyakinkan diri bahwa sejarah luka memang patut diungkit sesekali. Sekadar mengekalkan ingat. Atau usaha menghalau lupa dari zaman yang membuat orang-orang pikun selagi muda.

Ruangredaksi, Juli 2013 - See more at: http://www.atjehtoday.com/content/read/68#sthash.3jyx2tJm.dpuf
:annisa ulfitra

Adakalanya kita terjerembab kalah saat ingin menerka binar dua bola mata. Adakalanya pula kenangan kita jungkal belasan tahun silam saat nanar dua bola matanya menatap dalam, menoleh tajam. Sampai di sini, kita jauh lebih mengerti bahwa tak ada anak yang tak mewarisi tetek bengek orang tuanya.

Maka malam ini, kita mengaku kalah. Terjerembab-jungkal saat hening yang kesekian kali hadir tatkala tanya terpaksa terucap lidah, sementara jawaban yang ada adalah hening itu sendiri. Hening yang sekonyong datang menunggang nanar dua bola mata diapit dua pipi merah jambu yang sendu oleh mimik tanpa raut. Saat ini dengan jujur kita mengaku: seisi dada dan jantung berdegup-degup denyut, sahut menyahut; runtut.

Kita ingat seorang bijak berucap; "Kenangan silam adalah sejarah." Tapi mengungkit sejarah luka dari binarnya dua bola mata adalah serupa laku kutuk yang dengan sengaja meniup pelita di tengah kelamnya malam, di tengah pikiran yang menghitam.

Akhirnya, pada binar dua bola mata pula, kita berusaha meyakinkan diri bahwa sejarah luka memang patut diungkit sesekali. Sekadar mengekalkan ingat. Atau usaha menghalau lupa dari zaman yang membuat orang-orang pikun selagi muda.

Ruangredaksi, Juli 2013 - See more at: http://www.atjehtoday.com/content/read/68#sthash.3jyx2tJm.dpuf

Comments

Popular posts from this blog

Stratifikasi Sosial Dalam Sosiologi - Bag. I

Review Buku Melukis Islam Karya Kenneth M. Goerge

Orasi Sastra Remi Sylado Pada Acara Napak Tilas Rendra