Menggenapkan Bandit Lokal Versi Idrus bin Harun

sumber. bengkuluekspress.com
Idrus, torehan soalan bandit di blog-mu itu telah menggugahku untuk berolah pikir menulis hal yang sama juga di sini. Jika bandit yang kau ulas adalah produk lokal, saya kepincut mengulas bandit interlokal. Biar jadi sepasang maksudnya.

Sebab, keberadaan bandit lokal seorang diri, kerap dianggap ganjil dalam dunia; entah hitam atau putih? Hingga oleh alam sendiri atau secara alami kesendiriannya akan digenapkan dengan kedatangan bandit interlokal. Apakah itu kebetulan atau memang telah direncanakan sama sekali tak penting. Lagi pun, mempercayakan kemampuan yang lokalan akhir-akhir ini tak ubahnya seperti mempercayakan suatu pekerjaan kepada seorang amatiran yang tidak pernah mengerti pokok persoalan.

Adalah benar bandit lokal seperti yang kau sebutkan itu tidak hanya berpenampilan ala koboi sebagaimana lazim kita tonton di film-film hollywood. Dan begitu juga halnya dengan bandit interlokal. Jangan harap akan menemukan bandit interlokal berwajah garang, raut beringas dipadu penampilan parlente dalam kesehariannya. Ia kerap merasa ingin kentut secara tiba-tiba juga walau pun sedang berada dalam satu forum penting bandit internasional misalnya. Atau ia bisa saja meneteskan air mata saat mendengar kabar ibu atau anjing kesayangannya ketabrak truk di jalan raya.

Idrus, sama halnya seperti yang kau sebutkan, sejarah kedatangan bandit interlokal sampai kelak bertandem dengan bandit lokal memang tidak terarsip dalam bank data. Tak ada yang tahu pasti kapan bandit lokal dan bandit interlokal bekerja sama dalam mengatur suatu sistem perbanditan sehingga melahirkan para bandit-bandit kecil sesudahnya. Baik bandit-bandit yang beroperasi di lapak kaki lima, ruang redaksi berita, maupun para bebandit di gedung perwakilan rakyat sana. Tapi perkara yang sangat jelas pada keberadaan duo bandit ini adalah adanya perbedaan mencolok antara keduanya.

Lazimnya bandit lokal kerap punya modal besar, bandit interlokal tidak demikian. Kelebihan bandit yang kusebutkan terakhir ini kerap berkisar di seputaran isi kepalanya. Oleh sebab punya pengalaman luntang-lantung di kota-kota besar, akan sangat mudah baginya mengatur modal yang ada di  kampung-kampung. Baginya bualan adalah perihal penting yang mampu mengatur modal yang dipunyai para bandit lokal.

Serempet sedikit tentang modal, ada benarnya juga dengan apa yang disebutkan teman kita, Muhajir Abdul Aziz--lelaki bengal yang sering mengukuhkan diri sebagai titisan Pang Ulee Nanggroe Lhoeng Meudeelat, bahwa "Modal tak bernyawa. Dia tak punya rasa. Jangan harap modal akan iba dengan buruh yang belum makan, walau keringatnya telah diperas untuk melipatgandakan modal. Modal adalah modal. Dia bercumbu dengan keserakahan dan melahirkan keangkuhan."

Dan quote di atas, telah benar-benar diadopsi atau lebih dulu ditanam dalam pikiran bandit lokal oleh tandemnya si bandit interlokal. Begitulah.

Maka jangan heran, jika suatu hari kita dengar desas-desus sebuah perusahaan lebih mementingkan kloset toilet kantornya sebagai aset tenimbang buruhnya yang telah mengucurkan banyak keringat. Terakhir, tanpa mau memperpanjang ulasan, barangkali bandit lokal dan interlokal itu adalah kita sendiri. Tapi boleh jadi juga keduanya adalah orang-orang yang pernah kita anggap maha guru ketika sama-sama belajar tata cara beretika dalam menjalani hidup di dunia.[]

Comments

Popular posts from this blog

Stratifikasi Sosial Dalam Sosiologi - Bag. I

Review Buku Melukis Islam Karya Kenneth M. Goerge

Orasi Sastra Remi Sylado Pada Acara Napak Tilas Rendra