Surat Cinta

Aku datang manakala hatimu menolak segala kedatangan. Aku ada ketika otakmu sedang terisi dengan pelbagai ketiadaan. Aku hadir saat benakmu merasa tak penting atas semua kehadiran. Tapi aku bertahan pada kedatangan, sambil meninjau keadaan, sembari mengisi daftar kehadiran. Lantas kububuhi sekadar tandatangan di beberapa tempat sensitive pikiranmu itu. Di hati, otak dan juga benak. Dasarnya, adalah rumit membubuhi tandatangan. Tapi rasa yang terpendam adalah celaka jika tak segera kukerjakan. Itu sebabnya, walau kau risau, aku berusaha tampil memukau selagi tak ada orang lain yang mau menghirau.

Boleh jadi kau menganggapku sekadar angin lalu. Tapi aku cukup tahu, lalunya angin adalah hal kecil yang mampu menyibakkan anak rambut yang tumbuh di ujung dahimu. Aku juga tahu lalunya angin adalah perihal paling remeh di dunia ini, namun tetap saja bisa membuatmu mendengus bau sesuatu. Boleh bau baik semisal harum bunga bajik, boleh juga bau buruk seperti anyir bangkai busuk. 

Aku datang manakala tubuhmu yang ringkih bersikeras melangkah sambil tertatih. Sukarela kutempatkan diri ini menjadi orang yang menopangmu tanpa harap imbalan apa-apa kecuali cinta yang kau punya itu. Hanya itu.

Sebab sembilan ahli nujum yang kutemui minggu ini, semua berkata: cintaku harus bertaut dengan cintamu. Memang agak gombal kedengarannya. Tapi untuk ini, jujur, aku memang sedikit mengada-ngada. Zaman you tube begini rupa, tukang nujum atau tukang tenung mungkin hanya buka lapak dalam kuburan saja. Sementara aku sama sepertimu: masih hidup dan menghirup udara dunia.  

Tapi kedatanganku sekali ini adalah murni tentang cinta. Picis? Iya, aku tak menyangkalnya. Tapi tahukah kau, kepicisan adalah muasal segala gelora. Adalah awal berlanjutnya hidup manusia. Jika diartikan picis serupa dengan risaunya manusia ketika hinggap rasa sepi, maka Adam adalah manusia pertama dan paling berpengalaman tentangnya. 

Aku datang manakala hatimu menolak segala kedatangan. Aku ada ketika otakmu sedang terisi dengan pelbagai ketiadaan. Aku hadir saat benakmu merasa tak penting atas semua kehadiran. Aku tahu kau sedang tak ingin diganggu, kecuali dengan sepi ingin menyatu. Namun seperti kata banyak orang: kesepian sama sekali tak terang. Gelap pekat tanpa sedikit pun mata bisa melihat. Ia hanya bisa terus mengerjap tapi punya hasil nihil. Maka aku datang untuk menyalakan lampu untukmu. Lampu dengan pijar utuh, hingga kelak, setelah nikah kita sah bisa menyatu-tubuh. Itu saja!

Comments

Popular posts from this blog

Stratifikasi Sosial Dalam Sosiologi - Bag. I

Review Buku Melukis Islam Karya Kenneth M. Goerge

Orasi Sastra Remi Sylado Pada Acara Napak Tilas Rendra