Konser Iwan Fals Di Blang Padang & Pawang Hujan?

Berdasar kondisi cuaca Banda Aceh selama beberapa pekan terakhir, barangkali agak tak masuk akal kalau konser 'Presiden Musisi Indonesia', Iwan Fals bisa berjalan mulus. Hujan mengguyur sekujur Aceh sepanjang bulan Juni ini. Khusus Banda Aceh dan beberapa daerah lainnya, terpaan angin kencang seperti menggenapkan keadaan kalau kondisi begini rupa sangat tidak bersahabat untuk membuat pagelaran acara out door. Namun Iwan Fals, legenda hidup dunia musik Indonesia tentu tak bisa menggeser jadwal manggung di Banda Aceh yang sudah jauh-jauh hari disusun schedule itu. Maka sabtu malam, 15 Juni 2013, sekitar pukul 21.00 WIB, naiklah sang maestro musik ini ke pentas yang disediakan dengan ikhlas oleh panitianya TOP Coffee.

Konser berjalan lurus, mulus, tanpa ada cacat suatu apa. Kalau pun ada cacatnya, itu tak lebih dari teriakan konyol penonton-penonton tak tahu adab, tak berpendidikan ketika sekelompok anak muda tanah Gayo menampilkan seni tari tradisi Didong yang telah mendunia. Aku kira inilah satu-satunya cacat yang tak bisa ditolerir oleh orang-orang berpendidikan dan tahu menggunakan akal sebagaimana mestinya. Dan untuk penonton kawanan peneriak itu, sekali ini aku emosi: "Pantaslah kalian dilempar seribu serapah. Kalian like a shit atawa sampah. Tak menghargai seni tradisi sendiri. Atau jangan-jangan kalian bukan fans Iwan Fals sejati, tapi hanya semacam kawanan laron yang di mana terang di situlah kalian merasa senang!" Celaka. Sebab kalian yang serupa kunyuk aku mesti berkewajiban mengutuk.


sumber: atjehpost.com
Kembali ke konser. Anggap saja para cecunguk itu tak pernah ada. Dan Iwan Fals pun memulai aksinya dengan lagu Bungong Jeumpa. Diiring petikan gitarnya, lagu ini terlantun tanpa cela ditingkah lamat-lamat tepukan tangan dan bantal penari Didong. Ahh... Inilah kolaborasi terunik dan terseksi yang pernah aku lihat dalam aksi Iwan Fals. Tidak hanya satu lagu saja, kolaborasi ini berlanjut sampai tiga lagu. Salah satunya berjudul Belum Ada Judul. Sementara anak muda penari Didong baru beranjak dari panggung setelah lagu ketiga usai. Tentu saja mereka patut berbangga pernah sepanggung dengan sang legenda sambil mengiring ia bernyanyi pula.

Namun yang menjadi soal tulisan ini sebenarnya bukan perihal seperti tersebut di atas. Toh, sudah banyak beritanya juga di pelbagai media massa. Yang jadi titik perhatian dari tulisan ini tak lain bersoal cuaca Banda Aceh saat konser Iwan Fals berlangsung. Adalah cerah adanya cuaca sabtu malam itu. Dan yang lebih melegakan hati, sebelum konser mulai, angin kencang dan guyur hujan sempat turun. Bahkan seorang teman sempat membatalkan janji nonton bareng sebab cuaca begini. Namun, saat sekitar 15 menit lagi acara mau dibuka, Banda Aceh yang dirundung hujan dan masuk angin itu seketika saja berubah warna. Dari Blang Padang yang beceknya minta ampun, dari sebelah kiri depan panggung, sempat kulihat bulan setengah menempel malu-malu di langit. Sesekali awan hitam mengaburkan 'kemaluan' bulan. Tapi angin dan hujan tak lagi datang. Sampai 16 lagu selamat dinyanyikan Iwan Fals tanpa jeda, tanpa satu pun penonton yang pulang segera.

Selama berlangsungnya konser, cuaca memang tak kalah bersahaja dengan Iwan Fals yang mungkin memang sudah dari sononya akan menjadi orang bersahaja. Kesahajaan cuaca yang tak berhujan dan berangin kencang ini pun bertahan sampai Iwan Fals beserta personel band pengiringnya sukses melantunkan Aceh Lon Sayang. Sampai sukses pula Iwan Fals beserta personel band pengiringnya melakukan sujud syukur di lantai panggung sambil dipelototin ribuan pasang mata pengunjung. Dan kesahajaan cuaca ini juga sukses bertahan sampai pembawa acara menutup konser ini dengan ucapan terima kasih dan salam penutup dengan lafaz yang semua muslim tahu menjawab salam itu bagaimana.

Maka yang jadi soal dari panjangnya tulisan ini tak lain kecuali soalan angin kencang dan guyur hujan yang demikian membahana saat konser kelar. Saat aku ke tempat parkir kendaraan baru sampai. Angin kencang dan guyur hujan sepakat tumpah. Lebat hujan dan kencang angin tak ubahnya jadi pertanda kalau ada suatu daya tertentu yang menahan hujan tak tumpah selama konser berlangsung. Dan daya apakah itu? Aku seperti sedikit mendapat jawabannya ketika mendengar celetukan seorang penonton yang memarkir kendaraannya tepat di sebelah kendaraanku. "Payah ini pawang hujan. Masa bekerja tak pakai garansi," katanya sambil nyengir. Lantas ia menyingkir. Hanya tinggal aku sendiri yang pada saat itu langsung berputar pikir. Iwan Fals. Konser. Hujan. Angin. Pawang Hujan. Barangkali ini memang punya keterkaitan. Tapi biar saja, yang penting aku bisa melihat sang legenda manggung untuk kedua kalinya.

Comments

Popular posts from this blog

Stratifikasi Sosial Dalam Sosiologi - Bag. I

Review Buku Melukis Islam Karya Kenneth M. Goerge

Orasi Sastra Remi Sylado Pada Acara Napak Tilas Rendra