Banda Aceh; Suatu Siang Yang Penuh Razia


Bisa dikatakan, inilah sebuah siang paling celaka bagi pengendara 'bodong' di jalan raya. Aku lupa tepatnya tanggal berapa. Yang jelas, foto-foto di sini aku ambil beberapa minggu lalu ketika terjaring dalam sebuah razia Satlantas Kota Banda Aceh yang dibantu jajaran Polisi Militer Kodam Iskandar Muda. Aku ikut terjaring sebagai pengendara 'bodong' pada hari naas itu. Sama juga halnya dengan puluhan pengendara lain. Aku ingat itu terjadi di bilangan Seutui, Jl. Teuku Umar namanya.

Namun, sebodong-bodongnya aku, kecepatan pikiran untuk berkilah dengan aparatur negara adalah salah satu cara agar lepas dari jaring begini rupa. Aku pikir, berkilah dengan aparatur negara tak jauh bedanya (semacam pembenaran diri tentu saja) dengan kilah dusta pejabat negara terhadap rakyatnya. Jadi sesekali sebagai rakyat jelata, sesuai kapasitasnya, aku merasa berkewajiban untuk berdusta dengan aparatur negara. Anggap saja semacam aksi balas dendam, walau pekerjaan ini sangat-sangat tidak baik jika ditelisik dari kaca mata agama. Tapi begitulah, aku bebas hari itu.

Maka berkilahlah lidahku hari itu. Saat diberhentikan laju kendaraan, dengan sopan si aparat (tolong jangan baca keparat sekali ini) mengucap salam sembari berujar, "Selamat siang, Pak. Boleh kami minta surat-surat kelengkapan kendaraannya?"

Aku jawab, "Siang juga Pak. Saya (kupakai kata saya hari itu) ada suratnya, Pak. Tapi kalau bisa saya mau minta tolong sama Bapak setelah ini. Itu pun kalau Bapak tidak keberatan."

"Mau minta tolong apa?"

"Jadi begini, Pak. Saya mahasiswa Fakultas Hukum semester akhir. Saya sedang nyusun skripsi. Topik penelitian saya tentang hukum lalu lintas di Banda Aceh. Jadi saya sengaja ke sini, khusus untuk penelitian saya, Pak. Saya mau minta tolong, kalau Bapak mau jadi koresponden saya hari ini. Sebelumnya, saya sudah mewawancara beberapa petugas razia beberapa waktu lalu di tempat berbeda," jelas saya sambil menahan busa dari mulut tidak keluar memuncrat ke depan.

"Wah, kalau itu saya tidak bisa nolongin, Dek (langsung si Bapak mengganti panggilannya kepadaku dari Pak jadi Dek)," jawab petugas razia itu. "Kami hanya diperbantukan untuk pengamanan saja di sini. Jadi tidak ada wewenang untuk memberi informasi. Kalau adek ini mau, wawancara saja petugas Satlantas di sana," sambungnya lagi sambil mengarahkan jari telunjuknya pada sekelompok Polisi Lalu Lintas di seberang jalan.

Aku pun berpaling ke seberang jalan. Di sana, sekitar ratusan kendaraan roda dua terparkir di halaman pusat pagelaran budaya Banda Aceh. Polisi Lalu Lintas yang bertugas menulis surat tilang sibuk. Tak para pengendara yang terjaring razia juga tak kalah sibuk. Hampir semuanya sibuk menelpon. Pikirku, pasti kesemuanya itu sedang menelpon orang-orang berpengaruh di Banda Aceh agar bisa terlepas dari jeratan razia tentunya. Barangkali ada yang menelpon bapaknya, abangnya, atau seseorang yang baru mereka kenal, yang ketika kenalan karena rambutnya sedikit cepak mengaku bekerja sebagai aparat di salah satu kesatuan militer negara. Tapi boleh jadi juga, ada yang saking tidak banyak kenalan, hanya menelpon petugas Satpol PP atau petugas WH. Tapi entahlah.

"Jadi bagaimana ini, Pak?" tanya saya lagi sama petugas.

"Kamu ke sana saja, Dek. Nggak usah wawancara saya. Sama orang-orang di sana aja, ya," jawabnya lagi sambil mau beranjak dari tempat aku memarkirkan sepeda motorku.

"Kalau gitu, saya markir motor saya di sini, ga apa-apa, Pak ya?"

"Iya ga apa-apa. Parkir aja di situ. Tapi parkir yang bagus, jangan sampai mengganggu lalu lintas," jawabnya tegas.

Maka aku pun segera memarkir sepeda motor dengan sopan, baik, dan teratur di pinggir jalan. Lantas bergegas. Berjalan melibatkan diri dalam kerumunan pengendara-pengendara lain yang sedang mengurus surat tilang. Pura-pura sibuk mencari petugas polisi lalu lintas yang pas diajak wawancara. Sementara petugas yang kuajak jadi koresponden penelitian 'hukumku' entah kemana. Setelah itu, memakai kamera ponsel bututku, terjepretlah beberapa foto sebagaimana dapat dilihat pada gambar di sela-sela cerita celaka ini.


Comments

Popular posts from this blog

Stratifikasi Sosial Dalam Sosiologi - Bag. I

Review Buku Melukis Islam Karya Kenneth M. Goerge

Orasi Sastra Remi Sylado Pada Acara Napak Tilas Rendra