Obrolan (Bualan) Warungkopi

Kita kabarkan pada orang-orang, warungkopi adalah rumah kedua kita selama ini. Selain rumah pribadi yang kita huni, warungkopi telah menggeser masjid dan meunasah. Dan kita malas mengakui berita buruk ini. Lihatlah, kantor-kantor ditinggalkan oleh para abdi, masjid atau meunasah kehilangan shaf, sementara rumah sekolah telah kosong kursi sebab nihil yang duduki. 

Pantat kita telah menyarang di kursi warungkopi. Obrolan yang topiknya kerap terdengar membosankan urai ditingkah sulutan rokok yang telah berganti belasan puting. Sementara satu dua pengemis masuk. Menadah tangan sambil memasang mimik muka derita serupa orang merajuk. Sementara SPG rokok berseragam sexy lagi seronok juga masuk. Mengulur bungkus rokok produk terbaru sembara tersenyum genit. Seolah-olah yang mereka jual sore ini adalah senyum dan suara yang menggoda, dan rokok hanyalah jualan pemancing belaka.

Warungkopi tak ubahnya pasar malam. Tempat segala celotehan tumpah ruah. Ada yang tertawa, dan tak sedikit pula yang serius bicara seperti sedang membahas suatu rahasia negara. Orang-orang yang masih berseragam dengan 'plakat' nama kantor tertempel di bahu masing-masing telah menempatkan warungkopi sebagai tempat transit wajib sebelum pulang ke rumah jumpa anak istri. Dan tertawa terbahak-bahak adalah bumbu yang tak boleh tidak mesti ada. Walau hati kecilnya tersimpan satu pikiran tentang tunggakan kredit yang belum terbayar sampai akhir bulan. 

Tapi di warungkopi, pegawai hanya bergerombol di satu atau dua meja saja. Selebihnya ada banyak kaum lain dengan aktivitas yang itu-itu saja. Tak berubah walau warungkopi telah berganti pemilik, berganti pelayan dan lain sebagainya. Datang, duduk, pesan, seruput kopi, bakar rokok, bicara besar-besar, tertawa berkelakar, bangkit sejenak untuk kencing atau meludah di luar, duduk kembali, seruput lagi, bicara dan terbahak lagi sampai habis imajinasi. Begitulah. Aktivitas di warungkopi adalah aktivitas berulang-ulang yang mesti dipenuhi saban hari. 

Akhirnya, semakin banyak yang menyingkir di warungkopi, semakin banyak pula perihal penting yang alpa dikerjakan orang-orang kita. Kalau mau diakui, inilah kabar paling celaka yang sedang menggerogoti tanah kita. Tapi benarkah warungkopi telah menguburkan kreativitas kita? Sila cari jawabnya di warungkopi sambil menyeruput sepancong kopi ulee kareng atawa sanger. Ada beberapa jawaban yang bisa kau dapatkan dari rasa dan aromanya. 

Untuk itu, baru saja kupesan sepancong lagi kopi. Kiranya, aku telah menghabiskan dua tiga jam waktu di sini. Sia-sia? Bagiku tidak. Sebab wi-fi gratis yang tersedia di hampir semua warungkopi telah kupergunakan untuk membaca wajah dunia hari ini. Tapi, berlama-lama di warungkopi adalah kabar paling kutuk yang membuat orang bermalas diri. Hilang ide kecuali obrolan (bualan) yang itu-itu saja.

Comments

  1. hai I'm from Malaysia. baru sudah baca entri di atas. sangat menarik :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Stratifikasi Sosial Dalam Sosiologi - Bag. I

Review Buku Melukis Islam Karya Kenneth M. Goerge

Orasi Sastra Remi Sylado Pada Acara Napak Tilas Rendra