Melanjutkan 'Perkelahian' Hasan Aspahani


doc. Sejuta Puisi Hasan Aspahani
Barusan, beberapa menit lewat, melalui blog ini, saya melakukan perjalanan jauh di dunia maya. Berjalan selayaknya saya berjalan kaki di siang hari. Banyak singgah di sana-sini. Singgah di blog sana, istirahat di blog lain lagi. Begitulah. Tengah malam jum'at, dalam keadaan dingin begini, blog teman-teman yang saya ikuti, saya singgahi satu-satu. Tak semuanya memang. Tapi boleh dikatakan melebihi setengah dari semua yang ada. Hingga setelah beberapa kali singgah di banyak blog, akhirnya saya menetap lama di blog salah seorang tukang puisi Indonesia yang namanya sering nangkring di media-media cetak nasional. Blog Hasan Aspahani. Blognya ini bertajuk: "Sejuta Puisi Hasan Aspahani". Nah, di sini pula saya menemukan sebuah puisi yang membuat saya menetap lama di sini. Banyak puisi yang dapat saya nikmati di sini. Dan buat malam ini, salah satu puisi yang paling berkesan di hati saya adalah puisi yang berjudul "Berkelahilah". Setelah membaca puisi ini berkali-kali, dengan perasaan lekas, buru-buru, penuh nafsu, saya komentari puisi ini dalam bentuk puisi lain. Maka adalah hal yang harus jujur dikatakan, bahwa komentar saya ini adalah pure terinspirasi dari puisi yang dimaksud. Sehingga judulnya saya sebutkan saja seperti judul postingan tulisan ini. Komentar saya yang berupa puisi tersebut, jika kalian ingin membacanya, adalah seperti yang tertulis berikut:


Melanjutkan 'Perkelahian' Hasan Aspahani

berkelahilah. sampai keluar itu darah. kelak, kau tahu hakikat merah. makna merah yang menggugah. makna darah yang ketika kau lihat menumpah, setidaknya kau paham tentang riwayat hidup ayah.

anakku, berkelahilah. berkelahilah dengan segenap unsur tubuhmu. dengan akal, dengan tinju. dengan hati, juga dengan berbagai rasa ragu. tak usah takut akan datangnya hukuman. hukuman tak pernah ada, sampai kau benar-benar tahu menggunakan akal logika.

anakku, ayahmu di sini. di serambi rumah menunggumu sambil membaca koran sore, sambil menyeruput segelas kopi. teruslah berkelahi di sana. dan harap jangan pulang sebelum lebam dan luka tertoreh di wajah dan bahu yang rapuh itu. kelak, dengannya kau mengerti tentang makna memikul beban. kelak, kau paham tentang bagaimana menahan malu.

anakku, jangan pulang dulu. selesaikan dengan baik segala urusanmu. teruslah berkelahi, sampai tak ada yang tersumbat di hati. tumpaslah dendam dengan beringas, dengan ganas. namun jangan lupa, kau mesti tetap menggunakan akal waras. dengannya, nanti kau paham tentang bagaimana mendewasakan emosi hingga kau dikenal orang sebagai lelaki yang penuh isi. berisi dan layak dihormati.

anakku, berkelahilah. ayahmu ini, dulu, sewaktu masih seumuran denganmu juga sering berkelahi. tak ada yang melarang berkelahi. negara tak melarang, apalagi polisi. negara hanya melarang perang dan korupsi. sedang berkelahi? tak mengapa dengannya. tak usah takut untuk terus mencoba. sebab, dengan berkelahi kau akan mengerti bagaimana membuat taktik dalam hidup. kau lebih mengerti bagaimana memperlakukan seorang musuh selayaknya menyayangi famili yang datang dari jauh. berkelahi adalah milik laki-laki, anakku. karenanya, berkelahilah jika kau ingin membuktikan kelelakianmu itu.

nak, berkelahilah! dan jangan lekas marah.



Bivak Emperom, Des. 2011.

Comments

Popular posts from this blog

Stratifikasi Sosial Dalam Sosiologi - Bag. I

Review Buku Melukis Islam Karya Kenneth M. Goerge

Orasi Sastra Remi Sylado Pada Acara Napak Tilas Rendra