Kiri Islam Hasan Hanafi
Definisi & Latar Belakang
Mengawali pembicaraan gagasan Kiri Islam yang
dikembangkan Hanafi, pertanyaan pertama yang akan timbul adalah kenapa memakai
istilah Kiri?
Kazou
Shimogaki (2007: 6), dalam telaahnya terhadap gagasan Kiri Islam Hasan Hanafi, dengan
sandaran beberapa kutipan dari bahan-bahan kajiannya mengungkapkan bahwa banyak
diketahui sejak revolusi Prancis, kelompok radikal, kelompok Jakobin, mengambil
sisi kiri dari kursi Ketua Kongres Nasional. Sejak itu, Kanan dan Kiri sering
digunakan dalam terminology politik. Secara umum, Kiri diartikan sebagai partai
yang cenderung radikal, sosialis ‘anarkis’, reformis, progresif, atau liberal.
Dengan kata lain, Kiri selalu menginginkan sesuatu yang bernama kemajuan
(progress), yang memberikan inspirasi bagi keunggulan manusia atas sesuatu yang
bernama takdir sosial.
Di
pihak lain, Listiyono (2010: 261) mengemukakan bahwa terminologi ‘kiri’ dalam banyak hal
mengandung kesan stigmatic, terutama tatkala ia dihadapkan kepada konstruk
dasar pengetahuan kaum konservatif pada saat memahami agama (Islam). Istilah
‘kiri’ apabila dikaitkan dengan situasi global, seolah terinspirasi oleh
berbagai gerakan kaum sosialis atau juga memperoleh spirit dari Herbett
Marcuse* (1898-1979). Hal ini seolah mengindikasikan bahwa terminologi ‘kiri’
selalu bersentuhan dengan gerakan-gerakan massa revolusioner. Secara
substansial, istilah ini merupakan gagasan dengan berbasiskan sistem epistemologi
rasional-kritis yang bertujuan untuk selalu bersikap kritis atas bangunan
pengetahuan dominan yang membelenggu sekaligus manipulative, karena dalam
pengetahuan dominan sering kali bersembunyi di balik berbagai kepentingan
ideologis tertentu.Lebih
lanjut, Listiyono mensinyalir bahwa berdasarkan pemahaman ‘kiri’ di ataslah,
gagasan Kiri Islam diintrodusisasi oleh Hasan Hanafi. Dimana ia memaksudkan
dengan pemahaman ‘kiri’ yang dimaksud dapat memberikan ruh gerakannya yang
bertujuan untuk selalu melihat realitas obyektif sekaligus dapat melakukan
pemeriksaan terhadap akar kegagalan dari berbagai ideologi modern.
Mengenai
latar belakang lahirnya konsep “Kiri Islam” yang dikembangkan Hasan Hanafi, Gus
Dur dalam artikel pembuka buku Kiri Islam-nya Kazuo Shimogaki mengungkapkan
bahwa setelah selama bertahun-bertahun berkembang pemikirannya, Hanafi sampai
pada kesimpulan bahwa Islam sebaiknya berfungsi orientatif bagi ideologi
populistik yang ada, yang waktu itu hampir sepenuhnya diwakili oleh berbagai
bentuk sosialisme. Demikian kuat keyakinan Hanafi akan pentingnya penumbuhan
orientasi keislaman pada ideologi populistik, sehingga ia mencetuskan gagasan
Kiri Islam.
Maka dengan merunut pada pendapat ini dapat dipahami bahwa konsep Kiri Islam
ini dikembangkan adalah dilatarbelakangi oleh pekanya perhatian Hasan Hanafi
dalam memahami kondisi sosial umat Islam selama ini.
Akan tetapi perlu diketahui pula bahwa pengenalan nama Kiri Islam yang
dikembangkan oleh Hasan Hanafi, pada dasarnya bukanlah suatu ide pure
darinya sendiri. Hal ini diketahui berdasarkan telaah khusus Shimogaki dimana
kemudian ia mengemukakan bahwa Kiri Islam dikenal luas sejak peluncuran jurnal Kiri
Islam (Al-Yasar Al-Islami). Akan tetapi istilah ini bukan ciptaan
Hasan Hanafi. Istilah ini sudah digunakan oleh A.G Shalih dalam sebuah tulisannya
pada tahun 1972: “Dalam Islam, kiri memperjuangkan pemusnahan penindasan
bagi orang-orang miskin dan tertindas, ia juga memperjuangkan persamaan hak dan
kewajiban di antara seluruh masyarakat. Singkat kata, Kiri adalah kecenderungan
sosialistik dalam Islam.
Berdasarkan
kutipan ini, lebih lanjut Shimogaki menegaskan bahwa, nampaknya Hanafi
memperoleh ide dari Shalih dan mengembangkan makna Kiri dalam jurnalnya. Baginya,
Kiri mengangkat posisi kaum yang tertindas, kaum miskin, dan yang menderita.
Dari sini diketahui pula bahwa dalam terminologi ilmu politik Kiri berarti
perjuangan dan kritisisme. Kiri juga menempatkan kembali rasionalisme,
naturalism, liberalism, dan demokrasi dalam khazanah intelektual Islam.
Pun demikian, penempatan-penempatan ulang unsur-unsur dalam istilah ‘kiri’
tadi, Hanafi –masih menurut Shimogaki– membatasinya dengan mengungkapkan bahwa
pada dasarnya ‘kiri’ dan ‘kanan’ tidak “ada” dalam Islam itu sendiri, tetapi
“ada” pada tataran sosial, politik, ekonomi, dan sejarah. Bagi Hanafi,
mengenalkan terminologi Kiri dan ‘orang-orang kiri’ adalah penting bagi upaya
menghapus seluruh sisa-sisa imperialisme.
Dari
beberapa kutipan di atas, dapat kita ketahui bahwa istilah Kiri yang digunakan
Hasan Hanafi bukanlah istilah ‘kiri’ yang diindentikkan oleh masyarakat umum
sebagai representasi dari paham komunisme. Melainkan ‘kiri’ yang dimaksudkan di
sini adalah bentuk pemikiran atau gerakan sosial yang senantiasa melawan,
mengkritik, atau bahkan menghancurkan suatu kemapanan kekuasaan otoriter dan
juga kapitalisme modern. Kemapanan yang dimaksud inipun seperti halnya yang
dijelaskan oleh Listiyono bisa saja kemapanan pengetahuan yang memuat
seperangkat prinsip yang manipulative untuk sekadar mempertahankan suatu
kekuasaan misalnya. Pembongkaran atas situasi ‘mapan’ dari sebuah kekuasaan
inilah yang menjadi semangat ilmiah istilah ‘kiri’, terutama pembongkaran atas
berbagai kekuasaan yang berlindung di balik jubah ideologi-ideologi, atau
bahkan berlindung di balik ajaran-ajaran agama.
Konsep Kiri Islam
Sebagaimana
yang telah dikemukakan pada bahasan sebelumnya, bahwa pemikiran Kiri Islam
dikembangkan dengan latar belakang kondisi sosial umat Islam dewasa ini semakin
tertinggal peradabannya. Maka dari pemahaman ini, dapat diketahui bahwa Kiri
Islam merupakan sintesis dari eksplorasi dan tafsir ulang yang cerdas terhadap
khazanah keilmuan Islam, dan juga dari analisis konsep Marxian atas kondisi
objektif serta tradisi yang mengakar dalam rakyat. Tradisi yang dimaksud adalah
tradisi keagamaan yang membentuk medan kebudayaan massa.
Bahkan dalam banyak hal, Kiri Islam bertumpu pada dua dataran metodologi. Pertama,
tradisi atau sejarah Islam; dan kedua, fenomenologi. Dari sini,
menurut Boullata sebagaimana dikutip oleh Listiyono, Hanafi berkeyakinan bahwa
Kiri Islam dapat berhasil setelah realitas masyarakat, politik, ekonomi,
khazanah Islam dan tantangan Barat dapat dianalisis dan ditemukan konstruk
dasar bangunan epistemologinya.
Konsep
Kiri Islam yang bertumpu pada dua dataran metodologi seperti tersebut di atas, adalah
suatu usaha atau salah satu cara bagaimana menghadapi puncak problematika umat
islam zaman sekarang. Dimana problematika tersebut, Shimogaki dalam analisisnya
tentang pemikiran Hanafi ini menegaskan bahwa ia (problematika yang dimaksud)
terdiri dari dua unsur besar. Pertama problem eksternal, yaitu
imperialisme, zionisme, dan kapitalisme; dan kedua problema internal
dalam tubuh umat Islam sendiri, yakni kemiskinan, ketertindasan, dan
keterbelakangan.
Beranjak
dari problematika inilah dalam mengembangkan konsepnya, Hanafi menggunakan
metode fenomenologi dengan mengungkapkan dua hal pokok: Islam telah
dimanfaatkan bagi kepentingan politik dan Islam telah melembaga dalam kehidupan
bangsa Arab.
Dari sini dapat dipahami bahwa yang menjadi tugas utama dalam konsep Kiri Islam
adalah menguak unsur-unsur revolusioner dalam agama, dan menjelaskan
pokok-pokok pertautan antara agama dan revolusi. Agama dalam perspektif sejarah
menjadi landasan dan revolusi menjadi tuntutan zaman. Hanafi, dalam bukunya
yang berjudul From Faith to Revolution menjelaskan bahwa agama adalah
revolusi itu sendiri, dan para Nabi merupakan revolusioner pembaharu sejati. Nabi
Ibrahim a.s. adalah cerminan revolusi akal yang menundukkan tradisi-tradisi
buta, yaitu revolusi tauhid melawan berhala-berhala. Nabi Musa a.s. merefleksikan
revolusi pembebasan melawan otoritarianisme. Nabi Isa a.s. adalah contoh
revolusi ruh atas dominasi materialism, sedangkan Nabi Muhammad SAW merupakan
teladan kaum miskin dan komunitas tertindas dalam menghadapi para konglomerat
elite Quraisy dalam perjuangan mereka untuk menegakkan masyarakat yang bebas,
penuh persaudaraan dan egaliter.
Maka
dari pemahaman dasar dalam pengembangan konsep pemikiran Kiri Islam, M.
Mustafied (2000: 184) sebagaimana yang telah dikutip oleh Muhidin M. Dahlan menjelaskan
bahwa Kiri Islam merupakan konstruksi ideology yang digali dari aspek-aspek
revolusioner agama. Sebagai suatu ideology, Kiri Islam telah memuat landasan
filsafat, perangkat analisis sosial, dan tahapan-tahapan gerakan. Kiri Islam
telah memuat pula seperangkat gagasan, cita-cita, konsep dan keyakinan
pemihakan yang tegas, dan dorongan untuk berjuang mewujudkan cita-cita
ideologis tersebut. Bahkan, ia sanggup memberikan cara membaca yang kritis
dalam melihat dan menangkap realitas, eksistensi, dan manusia.
* Seorang filsuf madzhab Frankfurt yang disebut
sebagai pemberi roh bagi new left yang pikirannya telah memberikan
inspirator revolusi mahasiswa tahun 1968.
Sumber Bacaan:
Kazuo
Shimogaki, Kiri Islam, Antara Modernisme dan Postmodernisme; Telaah Kritis
Pemikiran Hasan Hanafi, Yogyakarta: LKiS, 2007.
Listiyono
Santoso, dkk., Seri Pemikiran Tokoh; Epistemologi Kiri, Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2010.
Muhidin
M. Dahlan, Sosialisme Religius: Suatu Jalan Keempat, Yogyakarta: Kreasi
Wacana, 2000.
Comments
Post a Comment